Antara Sistem Zonasi dan Sekolah Favorit

PONOROGO, KOTA - Pro dan kontra kebijakan zonasi yang dilakukan pemerintah terhadap penerimaan peserta didik baru (PPDB) terus meluas. Menjadi perdebatan di akar rumput. Di Surabaya, beberapa waktu lalu puluhan orang tua menggelar aksi protes keras ke dinas pendidikan, lantaran anak-anaknya tidak bisa diterima di ‘sekolah favorit’. Alasannya, karena terganjal siste zonasi.



Sistem zonasi menjadi sesuatu kebijakan dilematis yang harus ditanggung resikonya oleh pemerintah, selaku pengambil keputusan. Sistem ini diambil, ka￾rena pemerintah berlandaskan kuat pada asas pemerataan pendidikan, ingin menghilangkan diskriminasi, apalagi ada sekat-sekat sekolah favorit dan tidak.
Menarik memang perdebatan zonasi.

Dolar Yuwono, praktisi pendidikan Ponorogo pun menyikapi dengan mengatakan, kebijakan zonasi tidak seratus persen salah. Dengan alasan, pemerataan pendidikan kita itu dimulai dengan sistem zonasi.

Dia meyayangkan, atas stigma masyarakat yang memandang kebijakan ini membuat anak-anak mereka tidak bisa masuk ke sekolah favorit. Dolar lantas menanyakan: apa itu sekolah favorit? “sebutan sekolah favorit itu kan stigmanya masyarakat,” jawabnya.

Jelasnya, sebetulnya dalam konteks pendidikan tidak ada namanya sekolah favorit atau tidak favorit. Tujuannya sekolah/ lembaga pendidikan dibangun pemerintah sama kualitas.

Makanya, zonasi ini salah satunya dikandung maksud untuk memecah stigma masyarakat akan sekolah favorit dan bukan favorit. “Makanya jangan memandang sebelah mata atau negatif dulu,” ucap Mantan Ketua STKIP PGRI Ponorogo ini.

Dolar juga merasa arus penolakan atas kebijakan zonasi adalah tindakan egois yang mementingkan kebutuhan sendiri, tidak peka dengan kepentingan orang lain. Ingat, kalau memang anak itu pandai, di sekolah manapun, pasti juga akan berprestasi.

Sudut pandang sempit

Lelaki yang juga sebagai dosen pengajar di IAIN Ponorogo ini berani mengatakan, masyarakat yang menolak kebijakan zonasi merupakan kategori orang yang sempit pandangannya. Mereka tidak tahu konsep dan tujuan pendidikan sebenarnya.

Kebanyakan masyarakat memandang, perbedaan sekolah fa￾vorit atau tidak itu pada fasilitasnya. Sekolah di perkotaan ba￾nyak dianggap memiliki fasilitas yang lebih ketimbang sekolah di pinggiran atau pedesaan, baik itu secara fisik maupun non fisik. Soal pandangan ini, Dolar pun tidak sependapat.
Dirinya mengatakan, anak-anak yang sekolah di pinggiran atau pedesaan sebenarnya malah harus bersyukur. Karena bisa belajar langsung banyak bersama dengan alam. Berbeda dengan sekolah-sekolah di perkotaan yang biasanya lebih fokus pada pembelajaran di kelas.
“Pendidikan yang berorientasi pada kelas is wrong. Ingat, pendidikan itu bersifat universal,” kata lelaki yang sudah menyandang gelar doctor ini. *(pras)

Related

PENDIDIKAN 2708316171014356347

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Populer

Terkini

item