Kekhawatiran Terhadap Pelaksanaan Pilkada Ponorogo Dalam Lingkar Zona Merah

Oleh : 

Chandra Adjie Prianggodo 
Salah Satu Pengamat Politik Muda Ponorogo

GELIAT politik dalam agenda pelaksanaan Pilkada di Ponorogo, nampaknya menjadi satu narasi hangat yang patut untuk diperbincangkan. Pilkada sendiri disinyalir sebagai satu ajang yang melambangkan adanya cita-cita dan visi untuk melangkah maju, atau pun sekedar melakukan perubahan stuktur dengan disertai harapan. Harapan tentang adanya perubahan dalam lingkar politik daerah, juga dapat dimaknai sebagai suatu kewajaran dalam demokrasi.

Garis besarnya adalah, masyarakat tentu mendambakan terciptanya suatu kualitas kepemimpinan yang mampu untuk memikul beban kolektif, serta mengatasi permasalahan dalam bentuk apa pun. Maka dari itu ketika berkaca dengan status zona merah di Ponorogo akibat adanya Covid-19 saat ini, tentu hal tersebut akan membentuk semacam kekhawatiran besar terhadap keselamatan masyarakat Ponorogo sendiri. 

Bagaimana tidak, mengingat kasus Covid-19 di Ponorogo sendiri sampai saat ini belum bisa terkendali atau bisa dikatakan malah melonjak (jumlah penambahan kasusnya). Bahkan dari total 21 Kecamatan yang ada hanya tersisa 1 kecamatan dengan Zona Hijau (Pudak), sehingga hal ini turut menambah beban psikologis bagi masyarakat Ponorogo serta Pemerintah Ponorogo sendiri.

Saat ini walaupun Ponorogo telah menerapkan Uji Coba sistem New Normal, namun fakta di lapangan tidak bisa dipungkiri. Alih-alih berusaha untuk memperbaiki keadaan ekonomi, justru yang muncul adalah sejumlah penambahan kasus positif Covid-19 di beberapa wilayah Desa. Jika dipikir ulang, fakta tersebut memunculkan keraguan terhadap kompetensi Pemerintah Ponorogo dalam upaya pemutusan mata rantai Covid-19 selama ini.

Pertanyaan yang muncul adalah, sejauh mana efektivitas dan kinerja yang dilakukan selama ini? apakah telah memenuhi target optimal serta standarisasi khusus, atau justru malah terkesan kurang maksimal dalam implementasinya?. Di sisi lain walaupun masyarakat telah diwanti-wanti untuk menerapkan pola hidup sehat serta menjaga jarak (menghindari kerumunan), namun tetap saja jika tidak ada realisasi aturan yang benar-benar tegas maka semua terkesan menjadi percuma.

Bagaimanapun, secara teori masyarakat akan patuh dan taat jika aturan hukum bersifat mengikat secara kuat. Jika ditelaah secara mendalam, peraturan maupun instruksi bupati di Ponorogo dapat dikatakan belum benar-benar mampu untuk mengubah pola dan tatanan hidup masyarakat di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. 

Faktanya hingga saat kerugian terus dirasakan, dan fokus dari Pemerintah Ponorogo juga terbagi dengan berbagai urusan terutama persiapan Pilkada pada 9 Desember nanti. Jika ditarik benang merah, maka esensi dari pelaksanaan Pilkada nantinya menjadi rancu apabila dibenturkan dengan situasi dan kondisi perkembangan Covid-19 saat ini.

Mulai dari prosesi pendaftaran calon, kampanye, sosialisasi calon, dan sengitnya kompetisi antar paslon adalah hal yang identik berhubungan dengan pengumpulan massa dalam jumlah banyak.

Masyarakat sebagai objek dalam ajang politik, serta para kompetitor politik sebagai pelaku yang memainkan peran sesuai dengan ranah dan kepentingannya masing-masing adalah dua hal yang bertolak belakang sedari dulu.

Sehingga hal tersebut memunculkan pesimistis tentang faktor keselamatan masyarakat Ponorogo yang bisa jadi tidak menjadi skala prioritas atau tidak diperhatikan secara serius. Jadi, apakah Ponorogo benar-benar siap untuk menyesuaikan diri dengan segala resiko yang ada? (***)

Related

POLITIK 8419309134820719538

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Populer

Terkini

item